Teori Pengambilan Keputusan
Tugas Resume Jurnal
Nama : Sri Ratna Juwita
NPM: 021120407
Kelas : 5K
Judul Jurnal : EVALUASI KRITERIA SPIN OFF: PROYEKSI NILAI KECUKUPAN DANA TABARRU INDUSTRI ASURANSI SYARIAH PENDEKATAN ARIMA
Link Jurnal : https://journal.unpak.ac.id/index.php/jimfe/index
EVALUASI KRITERIA SPIN OFF: PROYEKSI NILAI KECUKUPAN DANA TABARRU INDUSTRI ASURANSI SYARIAH PENDEKATAN ARIMA Syanni Yustiani1 , Erny Arianty2 , Rizqi Haniyah3 1,2,3Politeknik Keuangan Negara STAN, Tangerang, Indonesia Email korespondensi: 1 syanni.yustiani@pknstan.ac.id
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kemampuan Unit Usaha Syariah (UUS) yang belum melaksanakan spin off untuk mencapai kecukupan dana tabarru sebesar 50% dari dana induk perusahaan pada pada akhir 2024, sesuai dengan aturan Undang-undang nomor 40 tahun 2014 tentang perasuransian. Subjek penelitian ini adalah sejumlah 44 unit usaha asuransi syariah yang belum melaksanakan spin off dengan induknya. Pengukuran ini dilakukan dengan memproyeksi perbandingan nilai dana tabarru unit usaha syariah yang belum spin-off dengan perusahaan induknya sampai dengan akhir tahun 2024 dengan menggunakan model ARIMA. Hasil penelitian menunjukkan bahwa walaupun rata-rata pertumbuhan dana kontribusi UUS setiap tahunnya relatif masih dalam dua digit, namun sampai dengan akhir tahun 2024 tidak ada UUS yang dapat mencapai nilai 50% dari nilai aset induk perusahaan. Kondisi ini karena perbedaan skala ukuran dana kontribusi antara UUS dan perusahaan induk yang sangat besar sehingga UUS harus mencapai nilai pertumbuhan yang sangat ekstrim besarnya diatas 100% agar dapat mencapai nilai proporsi aset yang ditentukan. Batas kriteria spin off nilai aset UUS sebesar 50% dari perusahaan induk tidak bisa diraih melalui pendekatan business as usual. Dengan demikian, regulator perlu melakukan evaluasi kembali atas kriteria spin-off tersebut.
Pemerintah pada tanggal 16 Juli 2008 menetapkan Undang-Undang No. 21 tahun 2008 tentang Perbankan Syariah. Undang-undang tersebut mengatur Unit Usaha Syariah (UUS) yang masih dimiliki oleh bank umum konvensional sebagai Induk, maka UUS tersebut wajib untuk melakukan pemisahan diri (spin off) paling lambat 15 tahun setelah undang-undang tersebut ditetapkan. Kebijakan spin off bagi pelaku usaha asuransi syariah diharapkan dapat mencapai beberapa tujuan, diantaranya dapat meningkatkan nilai profitabilitas perusahaan, nilai aset yang terus tumbuh, meningkatkan pertumbuhan industri asuransi syariah, dan juga meningkatkan nilai ekuitas setiap perusahaan (Nasution, 2019). Kebijakan spin off juga diharapkan dapat memberikan dampak positif terhadap kondisi ekonomi dan memberikan benefit bagi unit usaha yang melepaskan dari induknya (Uddin, 2010). Ramadani (2016) juga menyampaikan tujuan dari kebijakan spin off ini adalah memberikan dampak yang positif terhadap pertumbuhan ekonomi syariah khususnya kontribusi asuransi syariah. Dengan adanya kebijakan spin off ini diharapkan permasalahan dan kendala yang terjadi di industri keuangan syariah dapat diminimalisir, seperti masih rendahnya prosentase pertumbuhan industri yang masih di bawah 10 % (Nasution, 2019). Begitu juga dengan jumlah nilai aset yang besarannya masih di bawah 5% dari total aset industri asuransi konvensional. Kebijakan spin off ini merupakan salah satu dukungan pemerintah terhadap potensi pertumbuhan industri asuransi syariah yang tertuang dalam UU No. 40 tahun 2014 tentang perasuransian, diatur dalam pasal 87 UU no. 40 tahun 2014. Kriteria yang harus terpenuhi untuk melaksanakan spin off atau pemisahan UUS dari perusahaan induknya yang diatur dalam pasal 87 adalah bahwa perusahaan asuransi syariah yang berbentuk unit usaha syariah yang memiliki nilai dana tabarru’ (kumpulan dana kontribusi para peserta asuransi syariah) dan dana investasi peserta telah mencapai paling sedikit 50% dari total nilai dana asuransi, dana tabarru’, dan dana investasi peserta pada perusahaan induknya sudah berkewajiban melakukan spin-off. Bagi UUS yang belum memenuhi persyaratan proporsi 50% dana tersebut terhadap total dana induknya, tetap berkewajiban melakukan spin-off selambat-lambatnya 10 tahun sejak di undangkan, yaitu tahun 2024. Berdasarkan dari uraian mengenai kriteria tersebut, UUS yang telah mencapai kecukupan dana tabarru dan investasinya sebesar 50 % sudah wajib melaksanakan spin off. Akan tetapi sampai dengan saat ini UUS yang sudah melakukan spin off sejak diberlakukannya undang undang nomor 40 tahun 2014 hanya 4 perusahaan dari 48 UUS yang ada, yaitu perusahaan asuransi jiwa syariah Bumiputera yang melaksanakan spin off pada bulan Desember 2016, Asuransi umum Jasindo syariah yang melaksanakan spin off pada Juni 2016, Askrida syariah pada Desember 2018, dan Reindo syariah pada Juni 2016 (OJK, 2020). Keempat UUS tersebut telah spin off sebelum batas akhir periode yang disyaratkan undangundang. Hal ini menunjukkan UUS tersebut telah mencapai kriteria kecukupan dana tabarru sebesar 50% dari dana induk. Lebih dari 50 % UUS belum melaksanakan spin off sampai akhir tahun 2021 yang dapat disebabkan belum tercapainya kecukupan besaran dana tabarru dan investasi yang disyaratkan oleh undang-undang. Angka 50 % ini masih sulit dicapai oleh UUS karena pada saat UUS mengusahakan meningkatkan nilai dana tabarrunya, di sisi lain induk perusahaan juga akan mening
METODE PENELITIAN
Metode yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan metode kuantitatif. Pendekatan kuantitatif digunakan untuk mengukur kemampuan UUS dalam memenuhi kriteria spin off dengan melakukan proyeksi nilai dana tabarru yang dalam hal ini nilai kontribusi peserta pada UUS dan nilai pendapatan premi pada induk perusahaan sampai akhir tahun 2025 dengan menggunakan metode Autoregressive Integrated Moving Average (ARIMA). Hasil dari ARIMA ini digunakan sebagai dasar dalam menentukan prosentase dana tabarru, investasi dan nilai premi UUS terhadap perusahaan induknya sehingga memberikan informasi berapa jumlah UUS yang memenuhi kriteria untuk spin off sesuai dengan UU nomor 40 tahun 2014.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Salah satu tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan spin off ini adalah agar terjadi pertumbuhan industri asuransi syariah baik dari sisi jumlah industrinya maupun dilihat dari nilai asetnya (Nasution, 2019 dan Halai, 2015). Untuk mengukur jumlah industri yang akan melaksanakan spin off sampai akhir tahun 2024 dapat diketahui dengan mengukur nilai kecukupan prosentase dana tabarru setiap UUS. Hal ini disebabkan salah satu kriteria kebijakan spin off adalah UUS yang telah mencapai prosentase tersebut wajib melaksanakan spin off. Pada saat ditetapkan besaran prosentase tersebut, pemerintah mengharapkan UUS dapat memenuhi nilai besaran tersebut sebelum akhir tahun 2024 dan tentu saja berharap semua UUS dapat memenuhi kriteria tersebut agar jumlah industri asuransi syariah tidak berkurang dan menjadi kuat sebagai perusahaan yang mandiri. Penetapan nilai besaran dana tabarru tersebut tentu saja memiliki alasan yang kuat, salah satunya adalah dengan jumlah dana tabarru yang dikelola UUS mencapai 50% dari dana asuransi di induk perusahaan suatu perusahaan telah siap mandiri dan kuat meneruskan bisnisnya yang berbasis syariah. Hal ini dikarenakan perusahaan tersebut telah memiliki captive market dan memiliki kepercayaan peserta asuransi tersebut tidak akan berpindah dan tidak terganggu dengan adanya perencanaan spin off tersebut. Kondisi tersebut juga meminimalkan risiko terjadinya penurunan kinerja keuangan perusahaan full pledge tersebut. Namun, sampai dengan saat ini hanya 4 UUS yang dapat mencapai nilai tersebut karena telah melakukan spin off. Selebihnya, sebanyak 44 industri belum dapat mencapai nilai tersebut sehingga belum dapat melaksanakan spin off.
KESIMPULAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa nilai dana kontribusi unit usaha syariah bernilai sangat kecil dibanding perusahaan induknya. Untuk Industri asuransi kerugian rasio berada di kisaran dibawah 10% sedangkan untuk industri asuransi jiwa rasio berada di kisaran dibawah 5% dari perusahaan induk. Apabila ukuran dana kontribusi Unit usaha syariah dibandingkan dari tahun ke tahun, percepatan pertumbuhannya relatif sama dengan nol. Sehingga proporsi Aset UUS terhadap perusahaan induk relatif selalu dalam porsi yang sama dari tahun ke tahun. Walaupun rata-rata pertumbuhan dana kontribusi setiap tahunnya relatif masih dalam dua digit, akan tetapi karena perbedaan skala ukuran dana kontribusi antara UUS dan perusahaan induk sangat besar. Mengakibatkan UUS harus mencapai nilai pertumbuhan yang sangat ekstrim besarnya diatas 100% agar dapat mencapai nilai proporsi aset yang ditentukan. Berdasarkan hasil penelitian tersebut, salah satu tujuan yang ingin dicapai dari kebijakan spin off ini adalah agar terjadi pertumbuhan industri asuransi syariah baik dari sisi jumlah industrinya maupun dilihat dari nilai asetnya dengan penetapan batas kriteria spinn off nilai aset UUS sebesar 50% dari perusahaan induk tidak bisa diraih melalui pendekatan business as usual. Perlu dilakukan evaluasi kembali atas kriteria spinoff tersebut. Regulator dalam hal ini Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga perlu memberikan berbagai insentif dan fasilitas untuk mendorong peningkatan pertumbuhan Unit Usaha Syariah Asuransi di Indonesia. Badan Usaha Induk Asuransi Syariah di Indonesia yang belum melaksanakan kebijakan spin off
.png)
Komentar
Posting Komentar